Pada hari Rabu 27 Februari 2020 Ditreskrimum Polda Kalteng mengikuti kegiatan pelatihan penanganan tindak pidana dan system laporan sentra gakkumdu pemilihan 2020 yang bertempat di Aula Bareskrim Polri lt. 9 gedung Bareskrim Polri Jakarta. Dalam kegiatan ini Polda Kalteng di hadiri langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol BUDI HARIYANTO, S.I.K., M.Si. dan Kasubdit I / Kamneg AKBP ANDI HARI WIBOWO, S.E. serta perwakilan polres dan operator tindak pidana pemilihan.
Kegiatan ini di buka langsung oleh Waka Bareskrim Polri IRJEN POL Drs. ANTAM NOVAMBAR, S.H., M.Hum. Dalam kegiatan pelatihan penanganan tindak pidana pemilihan dan sistem laporan sentra gakkumdu pemilihan 2020 tersebut diadakan juga kegiatan diskusi panel yang di hadiri oleh narasumber HASIM ASY’ARI, S.H. M.Si., Ph.D selaku komisioner KPU RI, FRITZ EDWARD SOREGAR, S.H., LL.M., Ph.D. selaku anggota komisioner BAWASLU RI dan Prof. TOPO SANTOSO, S.H., M.H., Ph.D selaku ahli pidana pemilu dengan moderator ZILVIA ISKANDAR dari Metro TV.
FRITZ EDWARD SOREGAR, S.H., LL.M., Ph.D. menjelaskan “pengangan tindak pidana pemilihan sangat singakat yaitu sejak laporan/temuan harus diperhatikan yaitu 7 hari sejak diketahui/ditemukan apabila melewati 7 hari maka laporan tidak luarsa, kemudian langsung dilakuan pembahasan pertama paling lama 1×24 jam sejak laporan/temuan di register dan dilakukan pengkajian selama 5 hari yang dibagi (3+2) selanjutnya dilakukan pembahasan kedua untuk diteruskan ke penyidik dan dilakukan penyidikan selama 14 hari “
Selain itu pada diskusi panel tersebut HASIM ASY’ARI, S.H. M.Si., Ph.D juga menjelaskan bahwa “salah satu syarat untuk menjadi pemilih adalah berusian 17 tahun dan memiliki E-KTP, terus bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki E-KTP maka masih dapat menjadi pemilih jika memiliki surat keterangan sudah rekam E-KTP yang dikeluarkan hanya oleh Dukcapil”
Selanjutnya Prof. TOPO SANTOSO, S.H., M.H., Ph.D. juga menjelaskan bahwa “aturan pada pemilihan tahun 2020 merujuk UU no 10 tahun 2016 lebih umum dibanding UU No 7 tahun 2017 yang digunakan pada pemilu tahun lalu, salah satu nya adalah terkait money politik yang mana pada subjek hukum pada UU No 7 tahun 2017 tersebut lebih spesifik contohnya adalah hanya tim kampanye, peserta kampenye dll yang hanya dapat dikenakan sanksi, tidak halnya dengan UU no 10 tahun 2016 yang lebih mudah menjerat pelakunya yaitu dengan subjek hukum Setiap Orang, jadi pemberi dan penerima dapat dikenakan sanksi pidana”. (Palangka Raya, 27/2/2020)